Monday, July 24, 2006

PROFIL BUDIMAN S. HARTOYO

BUDIMAN S. HARTOYO dikenal sebagai salah seorang di antara sedikit (mantan) wartawan senior Majalah Berita Mingguan TEMPO yang sampai berusia 67 tahun tetap konsisten sebagai jurnalis. Ia bahkan masih dipercaya sebagai penulis dan editor tamu majalah berita mingguan TEMPO. Lahir di Solo, Jawa Tengah, pada 5 Desember 1938, BSH -- demikian sahabat-sahabatnya sering menyebut dan memanggilnya -- praktis selama hampir seperempat abad telah menghabiskan usianya di TEMPO. Dua kali menunaikan ibadah haji, yang pertama pada 1990, sekalian meliput ibadah haji Presiden (ketika itu) Soeharto sekeluarga – yang diturunkan untuk cover story di TEMPO, sebagai laporan paling lengkap dibanding semua laporan media massa terbitan Indonesia saat itu.

Ia mulai bekerja di majalah mingguan yang didirikan oleh penyair Goenawan Mohamad dkk itu sejak 1972 (setahun setelah pertama kali TEMPO terbit) hingga majalah tersebut dibreidel pada 1995 oleh Menteri Penerangan (ketika itu) Harmoko – yang mengaku sebagai “wartawan sejati” -- atas perintah Presiden (ketika itu) Soeharto.

Sebelumnya, di Solo, ia pernah bekerja di mingguan Surakarta (kemudian ganti nama Warta Minggu), mingguan Patria, dwipekan Genta, penulis lepas mingguan Adil (Solo), Masa Kini (Yogyakarta). Sejak 1966 bekerja sebagai redaktur RRI Surakarta dan menjadi koresponden beberapa media terbitan Jakarta, termasuk Kantor Berita Nasional Indonesia (KNI). Bersama sejumlah seniman Solo, ia merintis berdirinya Dewan Kesenian Surakarta yang diresmikan oleh Dr. Umar Kayam.

Setelah TEMPO dibreidel, ia bekerja di majalah Amanah, harian Media Indonesia (tanpa menyebutkan nama dan identitasnya, karena dilarang oleh PWI, organisasi kaki tangan partai politik Golkar), majalah D&R (mula-mula bernama Detektif&Romantika, kemudian ganti nama Demokrasi & Reformasi), majalah Gamma, kontributor Jurnal Pantau -- semuanya terbit di Jakarta. Dan sejak 2003 ia dipercaya sebagai Redaktur Eksekutif majalah dwipekan alKisah.

Di awal “era reformasi” BSH sempat menjadi salah seorang deklarator organisasi wartawan Aliansi Jurnalis Independen (1995) dan pendiri PWI-Reformasi (1998). Dalam Kongres Nasional I PWI-Reformasi di Bandungan, Salatiga, Jawa Tengah, 22-24 Maret 2000 ia terpilih sebagai ketua umum pertama. Dalam Kongres Luar Biasa di Yogyakarta pada 2005, organisasi wartawan itu berubah nama menjadi Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI).

Dua featurenya, The Ballads of Aryanti Sitepu dan Empat Hari Menyusup di “Sarang Teroris” yang dimuat di Jurnal Pantau, dinilai sebagai feature investigasi yang ditulis dengan gaya jurnalisme literair. Selain sebagai wartawan – yang berusaha profesional, dan sangat concern pada penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta penulis jurnalisme literair yang langka -- BSH juga dikenal sebagai penyair.

Beberapa puisinya sempat dimuat di beberapa majalah sastra terkemuka seperti Basis, Budaya (Yogyakarta), Gelanggang, Mimbar Indonesia, Sastra, Budaya Jaya, Horison (Jakarta). Kumpulan puisinya, Sebelum Tidur (1972) sudah tiga kali dicetak ulang. Ia juga sempat melakukan re-writing buku otobiografi pengusaha nasional Basyiruddin Rachman Motik, dan mengedit otobiografi (mantan) Dubes RI untuk Manila, Marsekal Madya (Purn) Sri Bimo Ariotedjo.

Sampai tahun 2006 ia masih menulis, termasuk menulis puisi. Sebuah puisinya tentang tragedi tsunami yang melanda Aceh, dimuat dalam antologi puisi para penyair Indonesia, Mahaduka Aceh, dua puisi lagi (juga tentang Aceh) dimuat di majalah sastra terkenal, Horison (Jakarta), Januari 2006. Kini ia sedang mempersiapkan sebuah kumpulan puisi dan sebuah kumpulan karangan terserak. ***

14 comments:

andreasharsono said...

Dengan hormat,

Saya kenal Pak Budiman kurang lebih sekitar periode menjelang Tempo dibredel pada Juni 1994. Kami sama-sama ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen namun belakangan mendirikan PWI Reformasi --organisasi tandingan PWI. Orang yang penuh semangat. Integritasnya utuh. Dia wartawan profesional.

juniest said...

Pak BSH, perkenankan saya secara pribadi 'ngangsu kaweruh' terhadap ilmu yang bapak miliki. Saya Zunianto Subekti, 25 tahun, sekarang bekerja di Harian Umum Radar Banyumas.

budimanshartoyo.blogspot.com said...

Bung Andreas, terimakasih atas kehadiran Anda di blog saya, Juga trims atas komentar Anda. Maaf, sudah lama sekali saya tidak "mengasuh" blog ini. Selain sibuk (alasan klasik), juga rada males. Saya sangat menikmati MOEDJALLAT Anda. Salam buat Nyonya.

budimanshartoyo.blogspot.com said...

Bung Zunianto,
Dengan senang hati, silakan. Cuma sudah beberapa bulan ini saya lagi malas meng-up date kelima blog saya. Mudah-mudahan mulai bulan depan bisa meng-up date lagi. Sekarang sedang menulis buku dan mengasuh sebuah majalah kecil.

Unknown said...

kalo dilihat dari fisiknya, pasti semua orang (ato mungkin cuma saya) yang akan mengutuk diri sendiri, bisa juga mungkin kita menyesal dan kecewa dengan diri...

jika saja orang "se-senior" BSH masih bisa nulis, dan beridealis, kenapa kita yang masih bisa lari-lari muterin monas atau PP istana - sarinah 700 kali, ada di tempat yang mestinya punya BSH ??!!....

Susah untuk dijawab. lebih baik memilih closing window selasar, dan kembali menyasar, di tayangan tubuh halus tapi bikin anu kita nyasar...

Anonymous said...

Bung Annas, selamat menempuh hidup baru ya? Maaf saya nggak bisa hadir. Bagaimana, nyonya sudah "isi"? Tapi kenapa Anda tidak aktif di PWI-Reformasi?

algembira said...

Assalamualaikum wr wb.
Pak Haji, apa kabar? Semoga selalu sehat dan tetap menulis.
Saya sekarang balik ke Kalimantan. Jadi orang Banjar lagi.
Salam untuk kawan-kawan di Alkisah.

yudi yusmili

budimanshartoyo.blogspot.com said...

Wa'alaikumussalam Wr.Wb.
Saya baik-baik saja. Alhamdulillah saya sehat dann setiap hari berusaha tetap membaca dan menulis. Kalau Anda kembvali ke Kalimantan, bisakah membantu Nang AR membentuk PWI-Ref Korda Kalsel? Bulan Mei nanti ada Konkernas di Banjarmasin. Minta nomor hp dan email Anda.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

sunaryo adhiatmoko said...

Ass, saya yang muda mencari guru kehidupan. Mhn diijinkan dapat silaturahim ke Pak BSH. Saya selalu ingin menulis komunitas kecil yang selalu ingin berubah mencapai hidup lebih baik. Wass

Anonymous said...

apa kabar om bud? sudah lama kita ga kontak ya. maaf udah jarang berkabar. walau begitu aku selalu inget om bud dan nasihat om untuk selalu dan teruslah menulis. aku bangga dengan om yang udah banyak ngajarin aku tentang jurnalitik dan sering memotivasi aku untuk nulis cerpen.

budimanshartoyo.blogspot.com said...

Kabar baik.
Terimakasih masih ingat sama aku. Aku sudah buka situs Friendster-mu.
Dari situ aku tahu kamu sudah menikah. Kok nggak ngabari ya?

budimanshartoyo.blogspot.com said...

Bung Sunaryo Adhiatmoko,
Apa kabar? Apa kegiatan sekarang? Sudah nulis mengenai apa saja?

Unknown said...

Kalau lihat blog pak de bud, jadi malu. Yang muda2 malah nggak produktif....

aulia andri
www.mentiko.com

budimanshartoyo.blogspot.com said...

Hai Andri. Masih jadi dosen? Jadi dosen kan banyak waktu untuk baca dan nulis. Mana puisi dan cerpenmu yang baru? Silakan buka blog saya yang lain: http://bsh.blog.com/